|
Prabowo Subianto |
Tulisan kali ini akan mengulas mengenai sosok Prabowo Subianto yang kontroversial dari sudut pandang yang sedikit berbeda, tujuannya adalah agar kita mendapatkan informasi yang lengkap dan berimbang tentang calon pemimpin yang akan dipilih termasuk Prabowo Subianto.
Prabowo Subianto lahir di Jakarta 17 Oktober 1951, beliau adalah mantan Danjen Kopassus, pengusaha, politisi dan calon Presiden 2014. Beliau adalah putra dari begawan ekonomi Indonesia, Sumitro Djojohadikusumo. Beliau juga cucu dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo yang merupakan anggota BPUPKI dan juga pendiri Bank Nasional Indonesia (BNI). Dari silsilahnya tampaknya beliau (Prabowo) memiliki "darah biru" elit pemimpin Indonesia. Bahkan jauh sebelum Republik ini lahir. Beliau menikahi Titiek, putri Presiden Soeharto. Keputusan yang prospektif saat itu namun menjadi blunder dalam hidupnya dikemudian hari.
|
Letnan Jenderal (TNI) Prabowo Subianto |
Dengan latar belakang keluarga intelektual, Prabowo mewarisi kecerdasan ayahnya. Beliau dikenal sangat cerdas disekolah maupun di AKABRI. Beliau adalah lulusan AKABRI (1974) namun tidak banyak orang yang tahu bahwa setelah lulus SMA beliau juga diterima di Harvard University. Karir dibidang militer terbilang sangat cemerlang dan membanggakan. Karir militer beliau termasuk yang tercepat dalam sejarah ABRI, bahkan sempat disebut sebagai "The Brightest Star". Dan beliaulah Jenderal termuda yang meraih 3 bintang pada usia 46 Tahun. Dikalangan militer beliau bisa dianggap sebagai "antitesa" dari SBY. Mungkin karena karir militer beliau yang banyak diisi dengan penugasan di satuan tempur.
Mesti sama-sama merupakan "The Rising Star" ditubuh ABRI saat itu, SBY lebih dikenal sebagai perwira intelektualnya ABRI. Berbeda dengan SBY yang cenderung analitis dan berhati-hati dalam mengambil keputusan, sebagai perwira lapangan Prabowo cenderung cepat "Take Action". Saat keputusan sudah dibuat Prabowo akan menjalankannya dengan penuh "determinasi". Beliau siap menanggung segala konsekuensinya. Salah satu contohnya adalah peristiwa penculikan aktivis yang telah mencoreng nama baik dan menjadi penyebab kehancuran militernya. DKP yang menyelidiki kasus ini tidak pernah mengungkap hasil pemeriksaan kepada publik, tidak juga kepada Prabowo yang notabennya menjadi tertuduh. Tampaknya Wiranto sengaja mengambil manfaat agar "prasangka publik" menghukum Prabowo lebih berat dari dosanya. Mesti Prabowo bersikeras mengatakan tidak pernah perintahkan. Namun beliau mengambil alih tanggungjawab anak buahnya.
"Saya ambil alih tanggungjawabnya". Begitu ucap beliau saat itu.
Sikap yang harus dibayar mahal dengan hancurnya karir militer yang gemilang, namun juga menunjukan kualitas kepemimpinannya. Jika Prabowo benar bersalah, mengapa justru korban-korban penculikan seperti Pius L Lanang, Desmond J Mahesa justru menjadi pengurus partai gerindra? Partai yang dipimpinnya sekarang ini. Mesti begitu, kualitas kepemimpinan beliau justu sudah teruji disaat paling kritis yang pernah dialami negeri ini.
Bagi mereka yang lelah dengan kepemimpinan yang lemah, lama dlm mengambil keputusan, selalu terkesan ragu-ragu, tampaknya sosok Prabowo adalah jawabannya. Bagi mereka yang muak dengan pemimpin yang sibuk selamatkan diri sendiri saat ada masalah, maka Prabowo adalah pilihan yang patut dipertimbangkan. Dibanding memilih mengorbankan anak buahnya, Prabowo memilih untuk ambil alih tanggungjawab & menanggung sendiri resikonya.
Seorang kapten kapal yang baik bukanlah yang pertama selamatkan diri saat kapal tenggelam, tapi justru yang terakhir.
Sayang, karir militer beliau yang gemilang itu berakhir dengan cara yang kurang mengenakan, bahkan bisa dikatakan memilukan. Bisa dikatakan beliau adalah pihak yang dikalahkan dalam proses perebutan kekuasaan dan pengaruh ditubuh militer pada masa-masa kritis tahun 1998.
Berbicara tentang Prabowo, kita tidak lepas dari peristiwa kelam Mei 1998 yang mencoreng nama bangsa Indonesia selamanya itu. Dan sebagai pihak yang kalah, Prabowo menjadi "kambing hitam" dari semua kejadian tersebut. Ini tentu saja berpotensi menjadi pengganjal dlm penCAPRESannya. Stigma sebagai "penjahat kemanusian" pasti akan dimanfaatkan sebagai senjata lawan-lawan politiknya untuk menjatuhkannya.
Jika memang benar Prabowo adalah tokoh yang bertanggungjawab terhadap peristiwa itu maka dia sudah menerima segala hukumannya. Bayangkanlah perasaan beliau yang karir gemilangnya didunia militer yang begitu dicintainya itu harus berhenti dengan sejuta rasa malu dan aib. Lalu bagaimana jika semua itu tidak benar? layakkah beliau tersandera oleh prasangka tanpa bukti?
Lantas layakkah bangsa Indonesia kehilangan kesempatan untuk dipimpin oleh putra terbaiknya. Hanya karena asumsi belaka?
Untuk dapat menilai Prabowo secara lebih obyektif maka kita harus flashback kepada peristiwa kelam tahun 1998 dari sudut pandang yang berbeda dari pemahaman umum selama ini, apa yang sesungguhnya terjadi pada peristiwa Mei 1998.
|
(Foto) Kerusuhan Mei 1998 |
Jauh sebelum peristiwa Mei 1998 proses penghancuran nama baik Prabowo sudah terjadi, semua berawal dari rivalitas antara Prabowo dan Wiranto. Ketidak harmonisan Prabowo dan Wiranto memang sudah berlangsung sejak lama. Mungkin karena background keduanya yang jauh berbeda, Prabowo yang kosmopolitan cenderung mempunyai pola pikir yang terbuka sementara Wiranto dengan latar belakang jawa yang sangat kental lebih tertutup.
Namun Prabowo yang terbiasa dengan persaingan terbuka sejak kanak-kanak menganggap rivalitas semacam itu sebagai hal biasa dan tidak dijadikan personal. Berbeda dengan Wiranto yang berlatar belakang "jawa tradisional" itu, dia lebih mirip dengan Soeharto dalam menyikapi suatu rivalitas. Lihat saja pesaing-pesaing Soeharto yang mengganggu karir militernya dimasa lalu, jika tidak mati, membusuk di penjara.
Indikasi ketidaksukaan Wiranto terlihat dengan absennya beliau sebagai Pangab (Panglima ABRI) dalam acara serah terima Pangkostrad Letjen Soegiono kepada Prabowo. Begitu juga saat pemberhentian secara hormat Prabowo sebagai perwira militer, Wiranto mencopot tanda-tanda pangkat Prabowo dengan satu tangan saja.
|
Wiranto & Prabowo |
Proses berakhir secara paksa karir militer Prabowo memang tidak bisa dilepaskan dari rivalitas perwira muda dan perwira tua. Prabowo sebagai representasi perwira muda tentu saja menjadi sasaran tembak utama saat itu.
Posisi Prabowo saat itu benar-benar terjepit, disatu sisi dia adalah menantu penguasa yang sedang menjadi sasaran sentimen negatif rakyat, disisi lain akibat manuver Wiranto cs, Soeharto yang masih punya pengaruh justru membencinya sampai ke ubun2. Sampai-sampai kepada penggantinya (Habibie), beliau (Soeharto) menyampaikan pesan khusus untuk "mengamankan" Prabowo.
Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? semua tidak terlepas dari peristiwa Mei yang mengerikan itu. Peristiwa yang hingga kini masih menghantui Republik ini. Sesungguhnya ada 3 (tiga) tuduhan utama yang diarahkan kepada Prabowo, penculikan aktivis, penembakan mahasiwa Trisakti dan dalang kerusuhan Mei 1998. Tidak satupun tuduhan tersebut terbukti.
|
Para Aktivis yang hilang |
Seandainya Prabowo bersalah bukankah Pangab saat itu Wiranto? Bukankah sebagai panglima beliau yang seharusnya paling bertanggung jawab? Mengapa hingga kini Prabowo tidak pernah diberitahu tentang hasil penyelidikan DKP sehingga tidak bisa membela diri?
|
Mahasiswa Korban Penembakan '98 |
Mengenai penembakan mahasiswa Trisakti, Wiranto juga terkesan "buying time" dengan tidak mengusut kasus ini secara cepat?. Akibatnya tuduhan kembali kepada Prabowo yang menjadi bulan2an opini publik, dicurigai sebagai orang dibalik penembakan itu. Meski banyak sekali keanehan terhadap tuduhan ini namun fitnah sudah mencapai sasaran. Dan sekali lagi Prabowo terlanjur menjadi pesakitannya. Tuduhan mengarahkan Prabowo dibalik penembakan, dengan konspirasi anggota Kopassus memakai seragam Polri sebagai pelaku penembakan.
|
Tim Mawar |
Teori konspirasi ini tak pernah terbukti, karena peluru snipper diatas 7 mm & proyektil peluru yg tertanam di korban kaliber 5.56 mm. Sementara korban dipilih secara random, kalau penembak jitu pasti akan memilih misalnya pemimpin demo atau target pilihan.
5 (Lima) hari setelah kejadian di Trisakti, Prabowo datang ke rumah Herry Hartanto (korban), dibawah Al Qur'an dan dihadapan orangtua korban beliau bersumpah;
"Demi Allah saya tidak memerintahkan pembantaian mahasiswa".ucap beliau.
Perihal keterlibatan Prabowo atas peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti, Pada Tgl 14 terjadi pertemuan di Makostrad atas inisiatif Setiawan Djodi. Pertemuan antar Prabowo dan tokoh masyarakat antaralain: Adnan Buyung Nasution, Setiawan Djodi, Fahmi Idris dan Bambang Widjoyanto, beliau (Prabowo) ditanya tentang keterlibatannya, dan beliau menjawab..."Demi Allah saya tidak terlibat, saya di set-up". menurut Buyung jujur.
Peristiwa selanjutnya semakin memperkuat ketidak terlibatan Prabowo atas penembakan mahasiswa tersebut, DanPuspom ABRI Mayjen Sjamsu Djalal menghadapi kesulitan memaksa Kapolri Jenderal Dibyo Widodo untuk serahkan anggotanya yang dicurigai terlibat. Disinilah peran Wiranto terlihat, 17 hari setelah insiden tersebut berlalu baru Wiranto memanggil Dibyo perintahkan untuk serahkan anggotanya, itu pun anggota diserahkan ke Polda bukan ke POM ABRI, padahal Polri saat itu masih menjadi bagian ABRI dan Pangabnya adalah Wiranto.
Sementara senjata sebagai bukti baru diserahkan pd tanggal 19 Juni 1998, hampir 1 bulan setelah peristiwa terjadi. Kelak pada Tahun 2000 uji balistik di Belfast Irlandia, membuktikan bahwa peluru berasal dari anggota Polri unit gegana.
Siapa sesungguhnya dibalik peristiwa itu??? Siapa yang beri perintah??? Jelas bukan Prabowo yang sebagai Pangkostrad, Pangkostrad tidak punya jalur komando ke Polri.
Bagaimana dengan tuduhan Prabowo sebagai otak dibalik Peristiwa kerusuhan Mei 1998, benarkah dia yang bertanggungjawab atas peristiwa tersebut? Atau kembali lagi beliau dikorbankan akibat proses perebutan kekuasaan terselubung para elit militer saat itu?
Apakah benar kerusuhan tersebut terjadi karena spontanitas atau "crime by omission" (kejahatan karena pembiaran) atau bahkan "terror by design"?
Mari kita kembali ke jaman yang tidak mengenakan itu, kadang untuk mencari kebenaran sejarah kita butuh mesin waktu....... :D
Kita juga membutuhkan testimoni para pelakunya yang saat ini masih hidup bahkan sedang berkuasa. Sedikit dari kita yang mengetahui apa peran SBY dalam proses penggantian kekuasaan saat itu. Padahal beliau juga cukup berperan.
Kembali ke bulan Mei 1998, sebagaimana menjadi kepercayaan umum bahwa penembakan mahasiswa Trisaksi mengakibatkan terjadinya kerusuhan besar-besaran. Benarkah demikian??? Bukti menunjukan bahwa kerusuhan Mei 1998 itu bukanlah spontanitas kemarahan warga akibat peristiwa Trisakti.
Adakah rekayasa pihak tertentu atau setidaknya pembiaran sehingga peristiwa itu bisa terjadi? mari kita lihat secara jernih bukti-bukti yang ada.
|
Jenderal Wiranto |
Satu peristiwa yang bisa dijadikan kunci keterlibatan Wiranto pada peristiwa tersebut adalah kepergiannya ke Malang saat ibukota sedang genting2nya. Sebab Wiranto sudah tahu akan ada kerusuhan di ibukota tapi dia tetap pergi ke Malang. Acara di Malang adalah serah terima PPRC dari Divisi I ke Divisi II, Wiranto sebagai Irup nya. Sebenarnya itu adalah acara rutin yang bisa diwakilkan, bayangkan, untuk serah terima Pangkostrad saja dia bisa berhalangan hadir. Bagaimana mungkin dalam kondisi Ibukota yang sedang genting dia sebagai pemegang kunci komando (Panglima ABRI) lebih memilih menjadi Irup acara seremonial seperti itu??? Sangat tidak bisa diterima akal sehat! apalagi mengingat pd tgl 13 mei malam Wiranto memimpin rapat Garnisun Jakarta untuk menanyakan situasi terakhir.
Lebih mencurigakan lagi bahwa sesungguhnya Kasum ABRI Letjen Fahrur Razi sudah ditunjuk Pangkostrad Letjen Prabowo menjadi Irup di Malang. Tetapi sekonyong-konyong diambil alih oleh Wiranto. Suatu kebetulan atau kesengajaan? Mungkinkah Wiranto sebagai Pangab tidak tahu menahu kondisi Jakarta??? Dalam kondisi Jakarta sebagai Ibukota negara terjadi kerusuhan, Wiranto malah pergi ke Malang dengan mengajak komandan2 satuan tempur seperti Danjen Kopassus, Dan Marinir, serta perwira2 tinggi lainnya.
Lebih mencurigakan lagi sesungguhnya Prabowo sudah berulang kali menghubungi Wiranto untuk batalkan kepergiannya. Wiranto jawab "Show must go on". Ini mirip dengan Soeharto yang tahu akan gerakan 30 September namun sengaja tidak melakukan tindakan apapun untuk mencegahnya. Sebelumnya, saat situasi makin mengarah rusuh 12 Mei 1998, Panglima ABRI Jenderal Wiranto tidak memerintahkan pasukan untuk berada di Jakarta.
Atas permintaan Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoedin yang mendapat perintah dari Mabes ABRI, Pangkostrad Letjen Prabowo kemudian membantu pengamanan Ibukota, dengan mendatangkan pasukan dari karawang, cilodong, makasar dan malang untuk membantu Kodam Jaya. Tapi sekali lagi Wiranto tidak mau memberikan bantuan Pesawat hercules untuk mengangkut pasukan tsb, sehingga Prabowo harus mencarter sendiri pesawat garuda dan mandala.
Seharusnya jika Ibukota negara dalam keadaan genting seperti itu Panglima ABRI wajib mengambil alih komando dan secara fisik wajib berada di lokasi (Ibukota). Tetapi justru tidak ada sedikitpun itikad baik Wiranto untuk mencegah terjadinya chaos yang menelan korban hingga ribuan orang tersebut.
Anehnya justru belakangan kubu Wiranto yang melempar kesalahan kepada Prabowo yang dianggap mengakibatkan kerusuhan tersebut. Bukankah Wiranto sudah menggelar rapat garnisun tgl 13 Mei untuk menanyakan situasi terakhir? Apakah Zaki Anwar Makarim sebagai Kepala Badan Intelijen ABRI tidak memberikan informasi akan ada kerusuhan??? Bukankah Prabowo sendiri sudah mengingatkan Wiranto akan situasi Jakarta akan terjadi kerusuhan dan mencegahnya pergi ke Malang?????
Mengapa Wiranto tidak bergeming? lantas apa sebenarnya tujuan Wiranto membentuk Pamswakarsa. Pamswakarsa ini rencananya akan dipakai sebagai perlawanan kalangan sipil terhadap demo yang semakin menjadi-jadi saat itu. Namun belakangan dicurigai bahwa justru Pamswakarsa inilah salah satu penyulut kerusuhan Mei 1998. Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen Kivlan Zein bersaksi bahwa dialah yang diperintahkan oleh Wiranto untuk membentuk Pamswakarsa.
Mengapa Wiranto menolak permohonan bantuan pesawat hercules untuk mengangkut pasukan yang akan membantu Kodam Jaya??? Mengapa saat Prabowo mengerahkan pasukan untuk berusaha menghentikan kerusuhan sistematis dan penjarahan toko-toko, justru Panglima ABRI melalui Kasum ABRI Letjen Fahrur Razi malah melarang pengerahan pasukan untuk membantu Kodam Jaya??? Mengapa panser2 dan pasukan yang sudah siap saat itu tidak bisa bergerak karena menunggu perintah yang tidak kunjung datang???
Keragu-raguankan atau kesengajaan??? yang jelas akibatnya ribuan nyawa melayang sia-sia, ratusan wanita diperkosa, aset2 pribadi dibumi hanguskan.
Bukti lain semakin mengarah kepada Wiranto sebagai dalang sesungguhnya dari kerusuhan Mei 1998 dari pengakuan mantan Komandan Puspom ABRI Mayjen purn Sjamsu Djalal mengungkapkan, pihaknya pernah menyarankan kepada Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto agar memberlakukan jam malam di Jakarta, guna mencegah meluasnya kerusuhan Mei 1998, namun tidak ditanggapi.
"Saat itu ketegangan sudah semakin jelas, maka selaku polisi militer yang ingin melihat kerusuhan bisa teredam dengan cepat, perlu memberlakukan jam malam," kata Sjamsu Djalal.
Artinya ada lebih dari satu orang yang memberikan peringatan kepada Wiranto saat itu. Jadi keputusan berangkat ke Malang adalah bagian dari "rencana".
Disaat yang sama kerusuhan terjadi bersamaan antara Jakarta dan Solo, semua terjadi pada pagi hari di waktu yang persis bersamaan. Tidak ada jeda, Seolah-olah mengisyaratkan bahwa kerusuhan dikedua kota ini sudah direncanakan secara matang sebelumnya dan dibawah komando yang sama.
Sampai detik terjadinya kerusuhan batu merajam bangunan mewah dan api
melahap mobil-mobil, rakyat semula banyak mengira itu sebuah spontanitas
massa. Massa yang marah terhadap penguasa yang terlalu lama memerintah.
Tetapi, apakah bangsa ini sudah sedemikian brutal?
Sejarah Indonesia memang beberapa kali mencatat noda hitam aksi
kekerasan. Namun, siapa penggeraknya, hampir tidak pernah diidentifikasi
secara jelas. Itulah sosok-sosok pemimpin bayangan. Siapa mereka, tidak
seorang pun berani membuka mulut. Sebab, mereka adalah orang-orang
superkuat, yang hukum pun seolah anti menjamahnya.
Siapakah mereka itu??? Mungkinkah mahasiswa atau penduduk urban??? atau ada pihak-pihak tertentu yang sengaja memobilisasi massa supaya terjadi kondisi chaos yang memungkinkan pihak-pihak tertentu ambil peranan??? Sebagaimana yang kita ketahui selanjutnya, kondisi chaos itu sendiri akhirnya mempercepat proses jatuhnya Soeharto dari tampuk kekuasaan.
Semoga dari cerita diatas bisa cukup menyadarkan kita untuk tidak terlalu mudah percaya pada pandangan umum dan selalu bersikap kritis.
Bahwa dalam dunia politik tidak ada yang namanya kawan atau lawan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi.
Bahkan persahabatan dan persaudaraan yang telah terjalin selama puluhan tahun pun sirna dalam sekejap!
Pada saat-saat kritislah manusia menunjukan jati diri sesungguhnya. Dalam kondisi kritislah loyalitas benar-benar teruji.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada para aktivis Mahasiwa '98 bahwa sesungguhnya kejatuhan Soeharto bukan karena demo, tetapi lebih kepada penghianatan para elit, baik sipil maupun militer yang mana mereka sesungguhnya bagian dari kroni Soeharto sendiri.
|
Demo Mahasiswa Tahun 1998 |
Peristiwa jatuhnya Soeharto dari kekuasaannya itu sendiri lebih tepat dikatakan hasil dari sebuah kudeta halus (Soft Coup). Yang memanfaatkan demontrasi mahasiswa yang merebak dimana-mana sebagai "trigger"nya.
Rupanya dalam suasana genting jatuhnya kekuasaan Soeharto itu diwarnai pula oleh rivalitas yang muncul ke permukaan diantara para perwira ABRI. Akibat lemahnya kepemimpinan Wiranto sebagai Pangab ditambah suasana yang tidak menentu. Masing-masing perwira berusaha mencari manfaat atas situasi tersebut. Para perwira berusaha "berinvestasi" kepada masa depan masing-masing, setidaknya untuk mengamankan posisi mereka. Pada saat itu terlihat jelas di tubuh ABRI sendiri tidak solid dibawah satu komando. Masing-masing punya agenda sendiri-sendiri dan saling curiga satu sama lainnya. Salah satu contohnya adalah adanya siaran pers dari Puspen ABRI menjelang berakhirnya kekuasaan Soeharto. Siaran pers yang walau dibantah sendiri oleh Wiranto namun turut mempercepat proses lengsernya Soeharto.
Dimana salah satu isi dari rilis tersebut adalah dukungan terhadap sikap PBNU yang mendukung Presiden Soeharto lengser keprabon. Sebenarnya itu bukan merupakan rilis resmi ABRI karena tidak menggunakan kop surat dan tidak ditandatangani, menurut Makodongan, siaran pers dukungan terhadap sikap PBNU itu dibuat oleh Mardianto dan Kasospol ABRI saat itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tengah malam itu juga Wiranto membangunkan seluruh perwira ABRI untuk menarik rilis itu dari seluruh media massa agar tidak diterbitkan. Namun sudah terlanjur beredar dan Soeharto yang mengetahui tentang hal ini semakin kehilangan perspektif terhadap kondisi lapangan, terutama mengenai dukungan ABRI. Kejadian ini semakin memperburuk hubungan Prabowo dan Wiranto karena dia menganggap Prabowo lah yang memberitahukan hal ini kepada Presiden Soeharto.
Tgl 18 Mei, Harmoko yang selalu menjilat Soeharto akhirnya menjadi brutus dengan meminta beliau secara arif dan bijaksana untuk mundur dari jabatan Presiden. Sikap Harmoko ini sangat mengejutkan mengingat keberadaannya sebagai Ketua DPR/MPR adalah semata-mata untuk mengamankan kekuasaan Soeharto. Namun karena desakan dari mahasiswa dan tokoh masyarakat akhirnya dia memilih untuk menyelamatkan diri sendiri. Namun begitu pernyataan pimpinan DPR/MPR itu disambut gegap-gempita oleh mahasiswa yang menduduki gedung DPR dan masyarakat Indonesia.
Pada pukul 23.00 wib Wiranto mengampaikan bahwa ABRI menolak pernyataan Harmoko. Melihat situasi yang semakin tidak menguntungkan kekuasaannya sebenarnya Soeharto sudah berniat mundur dari jabatannya. Namun dia ingin memastikan pasca mundurnya dia sebagai Presiden tidak ada chaos yang membuka peluang bagi militer untuk berkuasa.
Tgl 19 Mei dibuatlah pertemuan dengan beberapa tokoh masyarakat seperti Gus Dur, Nurcholis Madjid, Emha Ainun Nadjib, dll minus Amien Rais. Dalam pertemuan tersebut Soeharto mengatakan akan membentuk kabinet Reformasi yang akan menyiapkan Pemilu.
Sementara itu untuk menjelang rencana Amien Rais mengumpulkan massa di monas, Wiranto adakan rapat di Mabes. Dalam rapat yang dihadiri para perwira tinggi militer itu kembali muncul perbedaan antara Wiranto dan Prabowo. Dalam rapat itu Wiranto mengatakan bahwa perintah yang dibuat adalah mencegah masuknya pendemo dengan segala cara (at all cost). Prabowo bertanya berulang-ulang apa maksud perintah itu? Apakah akan digunakan peluru tajam? tidak dijawab dengan jelas oleh Wiranto. Kivlan Zein meminta Prabowo agar Amien Rais membatalkan rencananya demo di monas, Akhirnya Amien Rais batalkan rencana demo di monas.
Saat menghadap Habibie, Prabowo berkata, "Pak, Bapak sepuh mungkin akan lengser siapkah anda menggantikannya?". Disini Prabowo merasa tidak punya masalah dengan Habibie, hubungan kedua tokoh ini sangat akrab. Prabowo meminta Habibie untuk mempersiapkan diri.
Merasa berhasil meredakan situasi dan merasa akan mendapatkan pujian, maka beliau datang ke cendana, tapi lacur, disitu sudah ada Wiranto cs yang duduk bersama-sama dengan Soeharto dan putra-putrinya. Rupanya disitu Wiranto "mengadukan" tentang manuver Prabowo yang mengindikasikan dia runtang-runtung dengan Habibie dan para aktivis. Saat dia tiba, Mamiek langsung menghardik Prabowo dengan kasar sambil mengacungkan telunjuk hanya satu inci dari hidung Prabowo, sambil berkata, "Kamu penghianat! jangan injakan kakimu dirumah saya lagi!". Prabowo keluar menunggu sambil bilang, "Saya butuh penjelasan". Titiek istrinya hanya bisa menangis, lalu dia pulang.
Saat itu sesungguhnya Prabowo sudah dikalahkan, kalah oleh lobby dan pendekatan Wiranto yang meyakinkan. Dalam kondisi gamang seperti itu memang Soeharto sangat rentan menerima informasi yang dipelintir.
Sementara itu Habibie yang merasa terancam dengan rencana pembentukan kabinet reformasi mengeluarkan kartu as-nya, dia dan 14 menteri ekuin di bawah Ginanjar Kartasasmita menyampaikan keberatannya untuk menjadi bagian dari kabinet reformasi. Soeharto benar-benar terpukul atas kejadian tsb, karena merasa ditinggalkan. Soeharto memanggil Yusril, Saadilah Mursyid dan Wiranto. Beliau sampaikan bahwa ia akan menyerahkan kekuasaannya kepada Habibie.Esok paginya, Harmoko, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, Fatimah Ahmad, Ismail Hasan Metareum menemui Soeharto diruang Jepara. Ada dokumen lain lagi? Tidak pak, jawab Harmoko. Baik kalian tunggu saja disini, saya akan laksanakan Pasal 8 UUD 1945.
Pasal 8
- (1) Jika Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa
jabatannya.3)
- (2) Dalam hal terjadi
kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh
hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk
memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.3)
- (3) Jika Presiden dan Wakil
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas
kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan
Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh
hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil
Presidennya rneraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan
sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.4)
Di Credential Room Soeharto bertemu Habibie tapi dia cuek, Soeharto sangat kecewa serta sakit hati dengan murid kesayangannya ini. Selesai menyampaikan pidato pengunduran dirinya, dia menyalami Habibie dan kembali ke ruang jepara.
|
Lengsernya Soeharto |
Pagi itu adalah pertemuan terakhir Habibie dan Soeharto. Bahkan sampai saat kritis menjelang ajalpun Habibie dilarang menemui Soeharto. Kita belajar disini, bagaimana demi kedudukan hubungan umat manusia yang begitu dalam mampu dikorbankan.
Pukul 23.00 wib Prabowo dan Muhdi PR (Danjen Kopassus) pada saat itu, bertemu dengan Habibie dikediamannya untuk memberikan dukungan kepada Presiden Baru. Namun pada tgl 22 Mei di Makostrad, Prabowo ditelpon Mabes AD, diminta menanggalkan benderanya. Perintah itu tak lain artinya bahwa jabatannya dicopot.
Prabowo ingat perkataan Habibie jauh sebelumnya, "Prabowo, kapanpun jangan ragu temui saya, jangan pikirkan protokoler!". Maka Prabowo menemui Habibie yang sudah menjadi Presiden dan berkata: "Ini penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya". Habibie menjelaskan kalau dia menerima laporan dari Pangab bahwa ada gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, Kuningan (Tempat tinggal Habibie) dan Istana.
|
Habibie & Prabowo |
Prabowo minta setidaknya 3 bln di Kostrad. Habibie menolak, "Tidak, sampai matahari terbenam anda harus menyerahkan semua pasukan". Dari sini kembali terlihat, untuk kali keduanya Prabowo dikalahkan oleh lobby dan pendekatan Wiranto, kelak, Wiranto sendiri mengakui bahwa ada kemungkinan informasi yang diberikan diterima secara salah oleh Habibie.
Namun kesalahpahaman apapun itu, Prabowo sudah terlanjur menjadi pihak yang dirugikan. Hancurnya karir militer yang begitu gilang gemilang.
Kita tidak pernah tahu apakah Soeharto maupun Habibie sama-sama salah dalam mengartikan informasi yang disampaikan Wiranto. Atau memang ada kesengajaan melakukan misinformasi terhadap Prabowo, mengingat persaingan internal ABRI saat itu.
Semoga menambah wawasan dan pelajaran yang berharga bagi kita semua.
Salam Merah Putih,
@awale77